Rabu, 13 Februari 2013

Pendidikan Indonesia VS Pendidikan Finlandia

-->
Tahun 2013 merupakan tahun yang cukup sensasional bagi dunia pendidikan Indonesia. Mengapa demikian ? karena pada tahun ini ada banyak perubahan yang prinsipil di dunia pendidikan kita. Dua di antaranya yang sedang menjdi topik pembicaraan hangat adalah pembaharuan kurikulum pembelajaran dan Ujian Nasional yang diputuskan menjadi 20 paket. Sialnya, Ujian Nasional 20 pakte tersebut DIUJI COBAKAN pada angkatan saya.
Banyak di antara kami yang merasa ini sebuah ketidak adilan. Kami merasa pemerintah terlalu terburu-buru dan terlalu gegabah mengambil kebijakan. Tahun lalu, UN hanya berjumlah 5 paket. Lalu kemudian tahun ini bertambah menjadi 4 kali lipat. Tujuan pemerintah sebenarnya bisa dimaklumi. Pemerintah hanya ingin memperbaiki sistem ujian akhir yang selama ini dikotori oleh  tangan-tangan mereka yang curang. Tapi menurut saya, ada baiknya pemerintah melakukan uji materi secara mendalam terhadap kondisi pelajar dan kemungkinan pelaksanaan UN 20 paket tersebut. Antara 5 dan 20 paket intervalnya sangat jauh. Ditambah lagi, pengambilan keputusan tersebut tidak meminta pendapat dan tidak mendengarkan aspirasi pelajar sebelumnya. Pemerintah hanya mengadakan rapat dan bertukar pendapat dengan petinggi-petinggi negara yang sama sekali tidak akan mengikuti Ujian Nasional. Ini cenderung menjadi tekanan mental bagi pelajar yang akan mengikuti UN.
Menurut saya, sistem ujian akhir seperti Ujian Nasional tidak sepenuhnya akan efektif. Sebab, yang  namanya menyontek sudah jadi budaya di kalangan pelajar Indonesia. Jika pemerintah ingin membersihkan pendidikan dari aksi contek-menyontek, sekalian saja ujiannya dikemas dalam bentuk lisan supaya penilaiannya lebih objektif. Selama ujian masih bentuk tertulis, kesempatan menyontek masih sangat terbuka lebar.
Satu hal yang sekarang sedang saya dan mungkin banyak teman-teman pelajar lain khawatirkan yaitu  dampak pelaksanaan Ujian Nasional 20 paket nantinya. Kami khawatir menaikkan kuota paket  soal dengan interval yang terlalu jauh akan menjadi tekanan yang menjatuhkan mental pelajar itu sendiri. Jika ingin mengambil keputusan seperti itu, pemerintah hendaknya melakukannya dengan cara bertahap. Misalnya, menaikkan jumlah paket soal dari 5 ke 10, kemudian dari 10 ke 15, barulah akhirnya dari 15 ke 20. Dan dalam uji coba tersebut pemerintah bisa mengambil penilaian apakah pelajar Indonesia mampu  menghadapi ujian  dengan jumlah paket yang demikian banyaknya.
UN menjadi tekanan mental bagi pelajar merupakan alasan yang sangat mendasar. Hampir seluruh siswa di Indonesia memiliki pandangan  yang sama tentang Ujian Nasional. UN menjadi salah satu momok menakutkan. Entah bagaimana awalnya pandangan ini bisa muncul namun yang pasti menurut pengalaman saya 2 kali mengikuti Ujian Nasional, saya selalu menemukan teman-teman saya sangat ketakutan ketika akan menghadapi Ujian Nasional. Ada satu hal yang menurut saya menjadi bagian dari alasan ketakutan tersebut, mungkin karena soal UN dibuat di pusat oleh orang-orang yang tidak tahu bagaimana proses pembelajaran di setiap sekolah sehingga siswa khawatir soal yang keluar merupakan soal yang tidak pernah  mereka temui sebelumnya, atau materi yang dijadikan soal merupakan materi yang sebelumnya belum dipelajari oleh mereka.
Alasan tersebut cukup masuk akal, sebab setiap sekolah memilih buku panduan belajar yang berbeda-beda. Ditambah lagi perbedaan cara mengajar guru di setiap sekolah. Pemerintah juga harusnya memikirkan hal tersebut.
Selanjutnya, ada apa dengan pendidikan di Finlandia ? mengapa saya membandingkan pendidikan di Indonesia dengan di Finlandia ? Perlu diketahui bahwa pendidikan di Finlandia merupakan pendidikan terbaik nomor satu di dunia. Mengapa demikian ? Saya akan membahas sesuai dengan informasi yang  pernah saya peroleh.
Finlandia ditetapkan sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia melalui hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Dan sampai sekarang, peringkat tersebut masih digenggam oleh finlandia.
Konsep pendidikan di Finlandia adalah “TEST LESS, LEARN MORE” yang artinya : “SEDIKIT UJIAN, LEBIH BANYAK BELAJAR”. Konsep singkat ini sangat luar biasa mengingat Finlandia tidak menjadikan ujian sebagai tolak ukur kelulusan siswa-siswinya tetapi hanya sebagai  tes untuk menilai apakah siswanya telah menguasai materi pelajaran atau belum. Sedangkan di Indonesia, ujian dijadikan dasar utama kelulusan dalam proses belajar. Jujur saja, sebagai pelajar saya merasa ini adalah beban berat. Belum lagi jika dalam sehari kita harus menghadapi 3-4 ujian. Benar-benar sangat menyesakkan otak.
Ditambah lagi, guru di Finlandia tidak hanya berfungsi sebagai pengajar tetapi juga sebagai pakar kurikulum. Meskipun setiap sekolah memiliki kurikulum berbeda, namun mereka menjalankan pendidikan tetap di bawah panduan resmi pemerintah. Selain itu, guru di Finlandia merupakan lulusan-lulusan terbaik dari berbagai universitas dengan pendidikan minimal magister (S2). Nah bagaimana di Indonesia ? guru di Indonesia rata-rata masih berstatus S1 dan  setelahnya lebih banyak yang hanya mengejar STRATIFIKASI dibanding berpikir untuk melanjutkan sekolahnya.
Pendidikan di Finlandia memandang bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu mereka menerapkan prinsip “No Competition” atau “Tidak Ada Kompetisi” di antara pelajar. Mereka khawatir kompetisi akan menjadi beban bagi siswa dalam mengikuti proses belajar. Sedangkan di Indonesia, kompetisi sangat terasa. Setiap siswa bersaing untuk menjadi yang terbaik dengan memperoleh nilai tertinggi. Hal inilah yang membuat pelajar akan menggunakan cara apa saja  demi mendapatkan nilai sempurna, termasuk : BERBUAT CURANG.
Di Finlandia, setiap kelas hanya diisi oleh sekitar 20 orang siswa dengan 3 orang guru sekali belajar. Bagaimana prosesnya ? jadi begini, 3 orang guru tersebut tidak berganti-gantian mengajar melainkan saling membantu mengajar. Seorang guru menerangkan di depan kelas, seorang lainnya membantu menerangkan pada siswa yang kurang mengerti di tempat duduk masing-masing dan seorang lainnya membantu mengontrol serta mambantu memberi penjelasan bagia siswa lainnya yang kurang mengerti. Sebuah kerja sama tim yang sangat baik. Itulah sebabnya, para pelajar tidak terbebani dengan materi pelajaran apapun karena mereka didukung oleh tenaga pengajar yang loyal dan pengertian. Bagaimana dengan Indonesia ? kebanyakan sekolah menampung sekitar 30-40 bahkan 50-60 siswa dalam satu kelas. Banyaknya siswa yang ditampung dalam satu kelas membuat proses belajar menjadi tidak nyaman dan kurang efisien. Banyak yang akhirnya hanya jadi pengganggu dalam proses belajar. Dan hal ini membuat tidak semua siswa dapat menguasai pelajaran karena sedemikian banyaknya siswa hanya ditangani oleh satu orang guru setiap kelas.
Guru di Finlandia sangat memahami bahwa setiap siswa memiliki bakat dan minat yang berbeda-beda. Untuk itu, mereka membantu siswa menemukan minat dan bakat masing-masing dan kemudian membantu atau mengarahkan mereka untuk mencapai minat atau mengembangkan bakat tersebut. Guru di Finlandia tidak memaksakan bahwa setiap siswa harus menguasai setiap mata pelajaran yang diajarkan karena mereka yakin hal tersebut justru akan  menjatuhkan mental anak didik mereka. Nah ini salah satu sindiran bagi pendidikan di Indonesia. Menurut pengalaman pribadi saya yang juga ternyata banyak dialami oleh rekan-rekan saya sesama pelajar, hampir semua  guru sangat menuntut siswanya untuk menguasai pelajaran yang mereka bawakan. Ini adalah sebuah pemikiran kolot. Bagaimana mungkin seorang siswa yang tidak berbakat dalam sebuah pelajaran dipaksa untuk menguasainya ? sedangkan si guru tidak memahami bahwa siswa tersebut sebenarnya memiliki bakat luar biasa di bidang lain. Jujur saja, terkadang  inilah yang membuat siswa jadi malas ke sekolah karena mereka harus menghadapi pelajaran yang tidak mereka minati dan berhadapan dengan guru yang banyak menuntut.
Untuk urusan tugas, Finlandia tidak menekankan bahwa siswa harus diberi tugas yang banyak dan butuh waktu berjam-jam untuk menyelesaikannya. Mereka menganggap tugas yang diberikan hanya perlu diselesaikan dalam kurun waktu 30 menit saja. Karena pendidikan di Finlandia lebih mengutamakan proses belajar dan ilmu yang bisa diserap peserta didik di kelas daripada mengerjakan tugas yang banyak di rumah. Hohoo.. ini kebalikan 180 derajat dengan Indonesia. Seingat saya, selama saya menjadi pelajar tugas yang diberikan oleh setiap guru sangat banyak dan banyak neko-nekonya. Ditambah lagi, dalam sehari hampir semua guru memberi tugas dan harus dikumpul dalam waktu yang bersamaan. Ini seperti sebuah cara untuk menjatuhkan siswa. Mengapa guru tidak bisa lebih pengertian dalam hal tugas ? setidaknya mereka  tidak membebani siswa dengan tugas yang terlalu banyak dan saling mengalah dalam penentuan waktu penyetoran tugas tersebut.
Selain itu, sekolah-sekolah di Finlandia semua sama baiknya. Tidak ada yang lebih baik di antara lainnya. Hal ini memudahkan orang tua untuk memilihkan sekolah bagi anaknya karena tidak perlu berebut untuk memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah ternama. Sedangkan di Indonesia, setiap sekolah bersaing untuk menjadi yang terbaik dan ternama. Sehingga para siswa dan orang tua mereka juga saling berebutan  masuk ke sekolah tersebut. Parahnya, tidak semua pendaftar bisa ditampung oleh sekolah tersebut. Dan bagis siswa yang hanya merupakan bagian dari sekolah yang kurang terkenal akan  menjadi sangat terkucilkan di antara pelajar yang bersekolah di sekolah terkenal.
Sistem mengajar di Finlandia tidak memakai sistem komando dan ceramah seperti yang biasa ditemui dalam cara mengajar guru di Indonesia. Siswa dipersilahkan mencari informasi sendiri dan mengerjakan tugas dengan independen berdasarkan informasi yang mereka dapatkan. Hal ini tentu meminimalisir aksi contek-menyontek karena setiap siswa punya dasar masing-masing. Di Indonesia sendiri, masih banyak guru yang hanya ingin didengar tapi tidak ingin mendengar. Padahal, di era teknologi dan globalisasi seperti saat ini, siswa dan guru memiliki informasinya masing-masing sehingga mereka harus bekerja sama untuk saling melengkapi dalam belajar maupun mengajar. Terlebih lagi, ada sekian banyak guru yang tidak mau  menerima kritikan dari muridnya. Mereka akan marah jika siswanya menegur kesalahan yang mereka buat apalagi ketika guru tersebut menyampaikan materi yang kurang benar. Sangat primitif.
Dan inilah sebuah kabar baik dalam pendidikan di Finlandia. Sekolah di Finlandia itu GRATIS. Sebab, pemerintah beranggapan bahwa memungut bayaran untuk pendidikan merupakan sebuah TINDAKAN KRIMINAL.  Dengan prinsip ini, semua anak di Finlandia tentu dapat menikmati pendidikan  tanpa harus terhambat biaya. Para orang tua bisa dengan tenang memasukkan anaknya ke sekolah karena tidak perlu memusingkan biaya. Nah nah nah... Bagaimana Indonesia ? setahu  saya, pendidikan masih sangat mahal dan sulit dijangkau rakyat kurang mampu. Pemerintah memang telah mengucurkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta mencanangkan  program Wajib Belajar 9 Tahun (Wa-Jar 9 Tahun) untuk tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama. Namun sayangnya, standar pendidikan tersebut masih sangat rendah. Bersekolah hanya sampai SMP  belum memenuhi kriteria. Ditambah lagi, pengawasan terhadap penggunaan dana BOS masih kurang ketat sehingga banyak sekolah yang dapat menyalahgunakannya.
So, How about our country, Indonesia ? tentunya Indonesia harus banyak belajar dari negara Finlandia. Boleh dibilang pendidikan Indonesia banyak cacatnya. Sekarang, silahkan membandingkan dan menyimpulkan sendiri. Tulisan ini saya buat bukan untuk menjelek-jelekkan pendidikan negeri sendiri. Saya mencintai Indonesia makanya saya ingin Indonesia memperbaiki diri dalam segala bidang, terutama pendidikan. Saya ingin Indonesia ada kemajuan dari hari ke hari makanya saya membuat semacam tulisan yang bernada sindiran/teguran. Berdiam diri saja tidak akan memberi solusi dalam menghadapi masalah. Saya tidak punya jabatan dan kekuasaan untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia. Saya menulis untuk menyampaikan aspirasi saya secara damai dan cerdas serta berharap orang-orang yang membacanya akan tersentuh dan menyatukan suara untuk berubah. Saya berharap ke depannya aspirasi ini didengar dan dilaksanakan. Bukankah kita negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan beraspirasi ?
Terakhir, saya ingin rakyat dan  pemerintah secara bersama-sama saling membantu untuk berbenah diri. Perbaiki dulu pendidikan kita barulah kita bisa mengadakan Ujian Nasional. Jika UN dilaksanakan seperti ini, sebenarnya menimbulkan kesan bahwa pemerintah sendiri tidak percaya diri terhadap pendidikan yang ada. Buktinya, UN harus dilaksanakan dengan sangat ribet dengan usaha keras meminimalisir penyontekan. Jika pendidikan sudah maju, tanpa UN pun, Indonesia bisa melahirkan  lulusan-lulusan berpendidikan terbaik yang pernah ada. Hanya jika pendidikan kita sudah baik. So, mari berpikir mencari solusi. Tanpa ribut, tanpa kekerasan, tanpa anarkistis. Tunjukkan cara pelajar menyampaikan aspirasi dengan jalan yang anggun dan berpendidikan. Semoga aspirasi ini sampai ke telinga  pemerintah dan bisa terlaksana.
MARI BERUBAH :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar